Info Delegasi
Pengadilan Tinggi
Logo PENGADILAN NEGERI BONDOWOSO KELAS I B

Mahkamah Agung Republik Indonesia

PENGADILAN NEGERI BONDOWOSO KELAS I B

Jalan Santawi No.59, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Kode Pos : 68216

Telp. (0332) 421091 Fax. (0332) 422454, e-mail : pn.bondowoso@gmail.com

BerAKHLAKBangga Melayani BangsaAmpuh


Logo Artikel

KEPANITERAAN PERDATA

link atas

 

  

   
 
     

 

JADWAL SIDANG HARI INI

VIDEO PROFIL PN BONDOWOSO

PENGHARGAAN PN BONDOWOSO

 

 

BERITA TERKINI

Proses Acara Eksekusi

EKSEKUSI PERDATA

 

EKSEKUSI GROSSE AKTA

Menurut pasal 1224 HIR/pasal 258 R.Bg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hu­tang dan grosse akta hipotik.

Yang dimaksud dengan grosse adalah salinan pertama dari akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur.

Oleh karena salinan pertama dari akta penga kuan hutang yang dibuat oleh Notaris mempu nyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama ini sengaja diberi kepala/irah-irah yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Salinan lainnya yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala/irah-irah.

Aslinya, yang disebut minit, yang akan disimpan oleh Notaris dalam arsip, juga tidak memakai kepala/irah-irah.

Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh Notaris diserahkan kepada kreditur, untuk, apabila dikemudian hari diperlukan, langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri.

Orang yang mengaku berhutang, yaitu debitur, diberi juga salinan dari akta pengakuan hutang itu, tetapi salinan yang diserahkan kepada debi tur tidak memakai kepala "Demi Keadilan Berda sarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Grosse Akta Pengakuan Hutang dapat digunakan khusus untuk kredit Bank berupa Fixed Loan. Jadi untuk Fixed Loan, Notaris dapat membuat  akta pengakuan hutang dan melalui grossenya yang berirah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dipegang oleh kreditur, yaitu bank. Bank dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Eksekusi berdasarkan Grosse akta pengakuan hutang mengenai Fixed Loan ini, hanya bisa dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan jumlah hutangnya itu.

Apabila debitur membantah jumlah hutang tersebut, dan besarnya hutang menjadi tidak fixed, maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan dan kre ditur, yaitu bank harus mengajukan tagihannya melalui suatu gugatan. Dalam hal ini, apabila syarat-syarat terpenuhi, putusan dapat dijatuhkan dengan serta merta.

Menurut pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang, (geldschieters ordonantie, S.1938-523), Notaris dilarang untuk membuat akta pengakuan hutang dan mengeluarkan grosse aktanya untuk perjan jian hutang-piutang dengan seorang pelepas uang. Pasal 224 HIR, pasal 258 RBg, tidak berlaku untuk grosse akta semacam ini.

Yang dimaksud dengan grosse akta pengakuan hutang yang diatur dalam pasal 224 HIR, pasal 258 RBG, sebenarnya adalah sebuah akta yang dibuat oleh notaris antara orang biasa/Badan Hukum yang dengan kata-kata sederhana yang bersangkutan mengaku berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan. Bisa ditambahkan, dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan.

Jadi yang dimaksud jumlahnya sudah pasti dalam akta pengakuan hutang itu, bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan-persyaratan lain, apalagi yang berbentuk perjanjian.

Dalam praktek banyak terjadi penyalahgunaan Perjanjian kredit bank rekening koran dengan plafond kredit, perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali, yang dituangkan dalam akta pengakuan hutang, sudah tentu tidak bisa dieksekusi langsung.

Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dipegang oleh kreditur, dalam hal debitur melakukan ingkar janji, dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Ketua Pengadilan akan segera memerintahkan Jurusita untuk memanggil debitur untuk ditegur.

Eksekusi selanjutnya akan dilaksanakan seperti eksekusi atas putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

                                        

EKSEKUSI JAMINAN HIPOTIK

Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 menyatakan:

Salinan dari Akta yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 (yang dimaksud adalah akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT) yang dibuat oleh Kepala Kantor Pendaf taran Tanah, dijahit menjadi satu oleh pejabat tersebut dengan sertifikat hipotik, crediet verband yang bersangkutan dan di berikan kepada kreditur yang berhak.

Sertifikat hipotik dan crediet verband, yang disertai salinan akta yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, mempunyai fungsi sebagai grosse akta hipotik dan crediet verband, serta mempunyai kekuatan eksekutorial sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 224 HIR/258 RBg serta pasal 18 dan 19 Peraturan tentang credietverband (S. 1908-542).

Pasal 14 (3) Undang-undang Rumah Susun, yaitu Undang-undang No. 16 Tahun 1985, menyebut kan:

Sebagai tanda bukti adanya hipotik, diterbitkan sertifikat hipotik yang terdiri dari salinan buku tanah hipotik dan salinan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Pasal 14 (5) menegaskan: Sertifikat hipotik sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (3) mempunyai kekuatan eksekutorial dan dapat dilaksanakan seperti Putusan Penga dilan Negeri.

Sertifikat hipotik merupakan tanda bukti adanya hipotik dan dibagian depannya, yaitu diatas sampulnya, memakai irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kadang-kadang irah-irah itu juga tercantum diatas akta pembebanan hipotik yang dibu at oleh PPAT. lni adalah salah dan berkelebihan, karena akta pernbebanan itu saja, tidak cukup untuk minta eksekusi.

Akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT, seringkali dibuat berdasarkan surat kuasa (untuk mernasang hipotik). Surat kuasa ini harus otentik (pasal 1171 BW), dan pada umumnya dibuat oleh Notaris.

Dengan demikian akta pernbebanan hipotik yang dibuat oleh seorang kuasa, harus dilakukan berdasarkan surat kuasa yang otentik. Apabila dibuat oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa yang dituangkan dalam akta dibawah tangan sebagai tidak rnemenuhi syarat subyektif, dan hipotiknya dapat dimohonkan pembatalannya berdasarkan pasal 1154 BW.

Eksekusi hipotik dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan hukurn yang tetap.

Eksekusi dilakukan berdasarkan sertifikat hipo tik.

Perjanjian hutang-piutang yang menyebab kan adanya hipotik bisa dituangkan dalam akta dibawah tangan, tertera diatas kwitansi, bahkan bisa terjadi secara lisan. Jadi tidak usah ada grosse aktanya.

Eksekusi cukup dilakukan berdasarkan sertifikat hipotik. (perhatikan pasal 7 Pera turan Menteri Agraria No. 15 tabuh 1961), Eksekusi selain dapat dilakukan sendiri juga dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri. Eksekusi atas perintah dan di bawah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri dari wilayah hukum, dimana tanah yang dihipotikkan itu terletak.

Eksekusi dimulai dengan teguran dan ber akhir dengan pelelangan tanah yang dibe bani dengan hipotik.

Pasal 200 (6) HIR menyatakan: Penjualan (le lang) benda tetap dilakukan setelah penjualan (lelang) diumumkan menurut kebiasaan setem pat. Penjualan (lelang) tidak boleh dilakukan sebelum hari kedelapan setelah barang-barang itu disita.

Dengan telah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dihipotikkan dan diserahkan uang hasil lelang kepada kreditur, selesailah sudah tagihan kreditur dan hipotik-hipotik yang mem bebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dari semua beban, kepada pembeli lelang.

Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 (11) HIR.

Hal ini adalah berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan pasal 1178 (2) BW, dan pasal 6 UU No.4/1997 yang juga dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hipotik pertama. Janji ini hanya berlaku untuk pemegang hipotik pertama saja. Apabila pemegang hipotik perta ma telah pula membuat janji untuk tidak dibersihkan, (pasal 1210 BW dan pasal 11 (2) UU Hak Tanggungan), maka apabila ada hipotik- hipotik lain-lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua hipotik yang membe bani tanah yang bersangkutan, maka hipotik-hipotik yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dari pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hipotik yang belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa.

Untuk menjaga penyalahgunaan, maka penjualan lelang, juga berdasarkan pasal 1178 BW (ke cuali penjualan lelang ini dilaksanakan berdasar kan pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan) selalu baru dapat dilaksanakan setelah ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri.

Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain. Sebab lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negeri, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.

Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang (pasal 200 (7) HIR, pasal 217 Rbg).

 

EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE ATAU PERWASITAN

Ketentuan yang mengatur Arbritrase atau Per wasitan adalah pasal 615 s/d pasal 651 R.V.

Putusan Arbitrase domestik, yang terdiri dari putusan Arbitrase ad hoc dan putusan Arbitrase Institusional (seperti putusan Arbitrase dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia-BANI) yang berke kuatan hukum tetap dan tidak dilaksanakan se cara sukarela, dapat dimohonkan eksekusi ke pada Ketua Pengadilan Negeri dimana putusan Arbitrase itu telah dijatuhkan (pasal 637 RV).

Perhatikan juga ketentuan yang terdapat dalam pasal 634 RV dan seterusnya.

Putusan Arbitrase Asing, yang berkekuatan hukum tetap, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1990, tertanggal l Maret 1990.

 

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Negeri yang diterima baik oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Tinggi yang diterima baik oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi, dan putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi.

Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu:

  1. putusan declaratoir
  2. putusan constitutief
  3. putusan condemnatoir.

Putusan declaratoir, yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja, tidak perlu dieksekusi, demikian juga putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapus kan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan.

Yang perlu dilaksanakan adalah putusan condemnatoir, yaitu putusan yang berisi penghukuman. Pihak yang kalah dihukum untuk mela­kukan sesuatu.

Putusan untuk melakukan suatu perbuatan, apa bila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (pasal 225 HIR, pasal 259 RBg) dan selanjutnya akan dilaksana kan seperti putusan untuk membayar sejumlah uang.

Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan, yang sebelumnya harus disita (pasal 200 HIR, pasal 214 s/d pasal 224 RBg).

Putusan mana dengan tergugat dihukum untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh jurusita, dengan disak sikan oleh pejabat setempat, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.

Eksekusi hendaknya dilaksanakan dengan tuntas. Apabila setelah dilaksanakan, dan barang yang dieksekusi telah diterima oleh pemohon eksekusi, kemudian diambil kembali oleh tereksekusi, maka eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya.

Jalan yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan tentang hal tersebut diatas itu, kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan gugatan un tuk memperoleh kembali barang (tanah/ tanah dan rumah tersebut).

Putusan Pengadilan Negeri atas gugatan penyerobotan, apabila diminta dalam petitum, bisa diberikan dengan serta-merta, atas dasar hak milik yang diserobot.

 

PENANGGUHAN EKSEKUSI

Eksekusi hanya bisa ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, yang memimpin eksekusi. Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Penga­dilan Negeri berhalangan, Wakil Ketua Pe ngadilan Negeri dapat memerintahkan, agar ek sekusi ditunda.

Dalam rangka pengawasan atas jalannya peradilan yang baik, Ketua Pengadilan Tinggi selaku voorpost dari Mahkamah Agung, dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda atau di teruskan. Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Tinggi berhalangan, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda.

Wewenang untuk menangguhkan eksekusi atau agar eksekusi diteruskan, pada puncak tertinggi, ada pada Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, wewe nang yang sama ada pada Wakil Ketua Mahka mah Agung.

Kepercayaan masyarakat dan wibawa Pengadilan bertambah, apabila eksekusi berjalan mulus, tanpa rintangan.

Agar eksekusi berjalan mulus dan lancar, kerja sarna yang baik antar instansi terkait didaerah, perlu terus menerus dibina dan ditingkatkan.


Proses Acara Penyitaan

PENYITAAN PERDATA

 

SITA JAMINAN

Sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim/Ketua Majelis sebelum atau selama proses pemeriksaan berlangsung. Hakim/Ketua Majelis membuat surat penetapan. Penyitaan dilaksana kan oleh Juru Sita/Panitera Pengadilan Negeri dengan dua orang pegawai pengadilan sebagai saksi.

Dalam hal dilakukan sita jaminan sebelum sidang dimulai, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Penyitaan hendaknya dilakukan terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita revindicatoir terhadap barang bergerak ter­tentu milik penggugat yang ada di tangan tergugat yang dimaksud dalam surat gugat) sekedar cukup untuk menjamin pelaksanaan putusan dikemudian hari.

Apabila yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan sesuai ke­tentuan yang terdapat dalam pasal 227 (3) jo pasal 198 dan pasal 199 HIR. Apabila penyitaan tersebut telah didaftar kan di Badan Pertanahan Nasional atau Kelurahan, maka sejak didaftarkannya itu, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalih kan dengan cara apapun, atau membebankan/menjaminkan tanah tersebut. Tindakan tersita yang bertentangan dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum.

Barang yang disita itu, meskipun jelas ada lah milik penggugat yang disita dengan sita conservatoir, harus tetap dipegang/dikuasai oleh tersita. Adalah salah, untuk menitipkan barang itu kepada Lurah atau kepada Penggugat atau membawa barang itu untuk di simpan di gedung Pengadilan Negeri.

Ada dua macam sita jaminan, yaitu sita conser vatoir (terhadap milik tergugat), dan sita revin dicatoir (terhadap milik penggugat) - (pasal 227, 226 HIR).

 

SITA CONSERVATOIR :

Harus ada sangka yang beralasan, bahwa ter gugat sedang berdaya upaya untuk menghilangkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan penggugat.

Yang disita adalah barang bergerak dan barang yang tidak bergerak milik tergugat.

Apabila yang disita adalah tanah, maka harus dilihat dengan seksama, bahwa tanah tersebut adalah milik tergugat dan luas serta batas-­batasnya harus disebutkan dengan jelas.

(Perhatikan SEMA No. 89/K11018/M/1962, ter tanggal 25 April 1962). Untuk menghindari salah sita, hendaknya Kepala Desa diajak serta untuk melihat keadaan tanah, bartas serta luas tanah yang akan disita.

Penyitaan atas tanah harus dicatat dalam buku tanah yang ada di desa, selain itu sita atas tanah yang ada sertifikat harus pula didaftarkan, dan atas tanah yang belum sertifikat diberitahukan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota .

Tentang penyitaan itu dicatat di buku khusus yang disediakan di Pengadilan Negeri yang memuat catatan mengenai tanah-tanah yang disita, kapan disita dan perkembangannya. Buku ini adalah terbuka untuk umum.

Sejak tanggal pendaftaran sita itu, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalihkan atau menjaminkan tanah yang disita itu. Semua tindakan tersita yang dilakukan bertentangan dengan larangan itu adalah batal demi hukum.

Kepala Desa yang bersangkutan dapat ditunjuk sebagai pengawas agar tanah tersebut tidak dialihkan kepada orang lain.

Penyitaan dilakukan terutama atas barang bergerak milik tergugat juga jangan berlebihan, hanya cukup untuk menjamin dipenuhinya gugatan penggugat. Apabila barang bergerak milik tergugat tidak cukup, barulah tanah/tanah dan rumah milik tergugat yang disita.

Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan di nyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam amar putusannya. Apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus di perintahkan untuk diangkat.

Apabila gugatan dikabulkan untuk sebagian dan selebihnya ditolak, sita jaminan untuk sebagian dinyatakan sah dan berharga dan untuk bagian yang lain diperintah untuk diangkat. Namun apabila yang disita itu adalah sebidang tanah dan rumah, seandainya gugatan mengenai ganti rugi dikabulkan hanya untuk sebagian, tidaklah dapat diputuskan menyatakan sah dan berharga sita jaminan (misalnya, atas 1/3 tanah dan rumah yang bersangkutan).

Sita jaminan dan sita eksekusi terhadap barang- barang milik negara dilarang, kecuali seizin dari Mahkamah Agung, setelah mendengar Jaksa Agung (pasal 65 dan 66 ICW).

 

SITA REVINDICATOIR :

Yang disita adalah barang bergerak milik peng gugat yang dikuasai/dipegang oleh tergugat.

Gugatan diajukan untuk memperoleh kembali hak atas barang tersebut. Kata revindicatoir ber asal dari kata revindiceer, yang berarti minta kembali miliknya.

Barang yang dimohon agar disita harus dise butkan dalam surat gugat secara jelas dan terperinci, dengan menyebutkan ciri-cirinya.

Apabila gugatan dikabulkan untuk seluruhnya, sita revindicatoir dinyatakan sah dan berharga dan tergugat dihukum untuk menyerahkan barang tersebut kepada penggugat.

Dapat terjadi, bahwa gugatan dikabulkan hanya untuk sebagian dan untuk selebihnya ditolak. Apabila hal itu terjadi, maka sita revindicatoir untuk barang-barang yang dikabulkan, dengan putusan tersebut akan dinyatakan sah dan berharga, sedangkan untuk barang-barang lainnya, diperintahkan untuk diangkat.

Dalam rangka eksekusi barang yang dikabul kan itu diserahkan kepada penggugat.

Untuk selanjutnya, segala sesuatu yang dikemu kakan dalam membahas sita conservatoir seca ra mutatis mutandis berlaku untuk sita revindi catoir.

 

SITA EKSEKUSI

Ada dua macam sita eksekusi:

- Yang langsung.

- Yang tidak langsung.

 

Sita eksekusi yang langsung 

Sita eksekusi yang langsung diletakkan atas  barang bergerak dan barang tidak bergerak milik debitur atau pihak yang kalah.

Sehubungan dengan pelaksanaan grosse akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atau pelaksanaan grosse akta hipotik (berfungsi sebagai grosse akta hipotik ada lah sertifikat hipotik yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Lihat pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 dan pasal 14 (3) Undang undang No. 16 Tahun 1985 jo PP No. 24 Tahun 1997.

Sita eksekusi lanjutan. Apabila barang- barang yang disita sebelumnya dengan sita conservatoir, yang dalam rangka eksekusi telah berubah menjadi sita eksekusi dan di lelang, hasilnya tidak cukup untuk memba yar jumlah uang yang harus dibayar berdasarkan putusan Pengadilan, maka akan dilakukan sita eksekusi lanjutan terhadap barang-barang milik tergugat, untuk kemu dian dilelang.

 

Sita eksekusi yang tidak langsung

Sita eksekusi yang tidak langsung adalah sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang telah dinyatakan sah dan berharga dan dalam rangka eksekusi otomatis berubah menjadi sita eksekusi.

Dalam rangka eksekusi dilarang untuk menyita hewan atau perkakas yang benar-benar dibutuh kan oleh tersita untuk mencari nafkah (pasal 197 (8) HIR, 211 RBg). Perlu diperhatikan, bahwa yang tidak dapat disita adalah hewan, yang benar-benar dibutuhkan untuk mencari nafkah oleh tersita, jadi satu atau dua ekor sapi/kerbau yang benat-benar dibutuhkan untuk mengerjakan sawah. Jadi bukan sapi-sapi dari sebuah perter nakan, ini selalu dapat disita. Binatang-binatang lain, yaitu, kuda, anjing, kucing, burung, yang kadang-kadang sangat tinggi harga, dapat saja disita.

 

SITA PERSAMAAN

Istilah dalam bahasa Belanda adalah Verge lijkend beslag, terjemahan baku belum ada. Ada yang memakai istilah sita perbandingan, ada pula yang menerjemahkan dalam sita persama an. Mahkamah Agung memakai istilah sita per samaan.

Sita tersebut antara lain diatur dalam pasal 463 R.V. yang berbunyi:

Apabila jurusita hendak melakukan penyitaan dan menemukan bahwa barang-barang yang akan disita itu sebelumnya telah disita terlebih dahulu, maka jurusita tidak dapat melakukan penyitaan sekali lagi, namun ia mempunyai kewenangan untuk mempersamakan barang- barang yang disita itu dengan Berita Acara penyitaan, yang untuk itu oleh tersita harus diperlihatkan kepadanya. Ia kemudian akan dapat menyita barang-barang yang tidak dise but dalam Berita Acara itu memerintahkan ke pada penyita pertama untuk menjual barang -barang tersebut secara bersamaan dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam pasal 466Rv. Berita Acara sita persamaan ini berlaku sebagai sarana pencegahan hasil lelang kepada penyita pertama. (diterjemahkan secara bebas oleh redaksi.)

Pasal 463 Rv termasuk dalam bab Eksekusi barang bergerak. Dengan demikian jelaslah, bahwa pasal 463 Rv. berlaku untuk sita ekse kusi terhadap barang bergerak. Jadi, apabila telah dilakukan sita eksekusi, tidak dapat dilaku kan sita eksekusi lagi terhadap barang bergerak yang sama.

Ketentuan yang hampir serupa terdapat dalam pasal 11 (12) Undang-undang PUPN, Undang -undang No. 49 tahun 1960, yang berbunyi sebagai berikut:

Atas barang yang terlebih dahulu disita untuk orang lain yang berpiutang tidak dapat dilakukan penyitaan. Jika jurusita men­dapatkan barang yang demikian, ia dapat rnemberikan salinan putusan Surat paksa sebelum tanggal penjualan tersebut kepada Hakim Pengadilan Negeri, yang selanjutnya menentukan, bahwa penyitaan yang dilaku kan atas barang itu akan juga dipergunakan sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut Surat Paksa.

Apabila setelah dilakukan penyitaan, tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita diajukan permintaan untuk melak­sanakan suatu putusan Hakim yang diaju kan terhadap penanggung hutang kepada Negara, maka penyitaan yang telah dilaku kan itu dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut putusan Hakim itu dan Hakim Pengadilan Negeri jika perlu memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan atas sekian banyak ba rang yang belum disita terlebih dahulu, sehingga akan dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang menurut putusan putusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu.

Dalam hal yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2)2, Hakim Pengadilan Negeri menentukan cara pembagian hasil penjualan antara pelaksana dan orang yang berpiutang, sete lah mengadakan pemeriksaan atau melakukan panggilan selayaknya terhadap pe­nanggung hutang kepada Negara, pelak sana dan orang yang berpiutang.

Pelaksanaan dan orang yang berpiutang yang menghadap atas panggilan termaksud dalam ayat (3), dapat minta banding pada Pengadilan Tinggi atas penentuan pembagi an tersebut.

Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan pasti, maka Hakim Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan melakukan penjualan umum untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian uang penjualan.

Oleh karena pasal tersebut berhubungan dengan penyitaan yang dilakukan oleh PUPN, maka jelas lah pula, bahwa sita tersebut adalah sita eksekusi dan bukan sita jaminan. Obyek yang disita bisa barang bergerak dan bisa barang tidak ber gerak.


Proses Acara Perlawanan

PERLAWANAN PERDATA

 

PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

Pasal 129 HIR/153 Rbg memberi kemungkinan bagi tergugat/para tergugat, yang dihukum dengan verstek untuk mengajukan verzet atau perlawanan.

Kedua perkara tersebut dijadikan satu dan diberi satu nomor.

Sedapat mungkin perkara tersebut dipegang oleh Majelis Hakim yang sama. yaitu yang telah menjatuhkan putusan verstek.

Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan. Pembuktiannya agar meng acu pada SEMA No.9 Tahun 1964.

 

PERLAWANAN TEREKSEKUSI TERHADAP SITA EKSEKUSI

Perlawanan tereksekusi terhadap sita eksekusi barang bergerak dan barang yang tidak bererak, diatur dalam pasal 207 HIR atau pasal 225 RBg.

Perlawanan ini pada azasnya tidak menang guhkan eksekusi (Pasal 207 ayat (3) HIR atau 227 RBg). Namun, eksekusi harus ditangguhkan, apa bila segera nampak, bahwa perlawanan tersebut benar dan beralasan, paling tidak sampai dija tuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri.

Terhadap putusan dalam perkara ini, permohonan banding diperkenankan.

 

PERLAWANAN PIHAK KETIGA TERHADAP SITA CONSERVATOIR, SITA REVINDICATOIR, DAN SITA EKSEKUSI

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir, sita revindicatoir, dan sita eksekusi, hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dari Pengadilan Negeri yang secara nyata menyita (pasal 195 (6) HIR, pasal 206 (6) RBg).

Jelaslah bahwa penyewa, pemegang hipotik atau credietverband, pemegang hak pakai atas tanah, tidak dibenarkan untuk mengajukan per lawanan semacam ini.

Pemegang hipotik atau credietverband, apabila tanah/tanah dan rumah yang dijaminkan kepa danya itu disita, berdasarkan klausula yang selalu terdapat dalam perjanjian yang dibuat dengan debiturya langsung dapat minta ekse kusi kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Ke pala PUPN.

Pemegang gadai tanah, yang kedudukannya sama dengan pemilik tanah, sebelum adanya Perpu No. 56 Tabun 1960, dapat mengajukan perla wanan pihak ketiga. Sekarang, karena gadai tanah terbatas sampai paling lama 7 (tujuh) tahun, pemegang gadai tanah tidak dibenarkan untuk mengajukan perlawanan pihak ketiga lagi.

Agar pelawan berhasil, maka ia harus mem buktikan, bahwa barang yang disita itu ada lah miliknya. Apabila ia berhasil, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat.

Apabila pelawan tidak dapat membuktikan, bah wa ia adalah pemilik dari barang yang disita itu, pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan.

Dalam praktek banyak sekali diajukan perla wanan pihak ketiga oleh isteri atau suami dari tersita.

Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh isteri atau suami, dalam hal harta bersama yang disita, sudah barang tentu tidak dapat dibe­narkan oleh karena harta bersama selalu meru pakan jaminan untuk pembayaran hutang isteri atau suami yang terjadi dalam perkawinan, yang memang harus ditanggung bersama.

Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami atau isteri, maka isteri atau sua mi bisa mengajukan perlawanan pihak ketiga dengan sukses, artinya ia dapat dinyatakan seba gai pelawan yang benar, kecuali:

Mereka yang menikah berdasarkan BW dengan persatuan harta atau membuat per janjian perkawinan berupa persatuan hasil dan pendapatan.

Suami atau isteri tersebut telah ikut menandatangani surat perjanjian hutang, sehingga ia ikut bertanggungjawab.

Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan oleh karenanya pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi.

Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila perlawanan tersebut segera nampak, bahwa benar-benar beralasan, misalnya, apabila sertifikat tanah yang akan dilelang sejak semula jelas tercatat atas nama orang lain, atau dari BPKB yang diajukan, jelas terbukti, bahwa mobil yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik pelawan. Apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas nama pelawan, harap hati-hati, karena mungkin saja tanah atau mobil itu diperoleh, oleh pelawan, setelah tanah atau mobil itu disita, sehingga perolehan itu tidak syah.

Sehubungan dengan diajukannya perlawanan pi hak ketiga ini, Ketua Majelis yang memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan per kembangan perkara itu kepada Ketua Penga dilan Negeri.

Laporan tersebut diperlukan oleh Ketua Penga dilan Negeri untuk menentukan kebijaksanaan mengenal diteruskannya atau ditangguhkannya eksekusi yang dipimpin olehnya.

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir, tidak diatur baik dalam HIR, RBg atau R V, namun dalam praktek menurut yurisprudensi, perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga se laku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir ini belum di syahkan. (putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962, No. 306K/Sip/1962. Rangkuman Yurisprudensi II halaman 270).


Proses Acara Gugatan

G U G A T A N

 

Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan da lam buku Register setelah penggugat membayar  panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).

Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus di buktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.

Penggugat yang tidak bisa menulis dapat me ngajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

 

KOMPETENSI RELATIF  (pasal 118 (1) HIR)

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi:

Dimana tergugat bertempat tinggal.

Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya).

Salah satu tergugat bertempat tinggal, jika ada banyak tergugat yang tempat tinggalnya tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri.

Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya.

Penggugat atau salah satu dari penggugat ber tempat tinggal dalam hal:

  1. tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.
  2. tergugat tidak dikenal.
  3. Dalam hal tersebut diatas dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka ditempat benda yang tidak bergerak terletak.
  4. (Ketentuan HIR dalam hat ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg, apabila objek gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dimana tanah itu terletak).

Dalam hal ada pilihan domisili secara teI1!llis dalam akta, jika penggugat menghendaki, di tempat domisili yang dipilih itu.

Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewe nang mengadili secara relatif ini, Pengadilan Negeri tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang.

(Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 133 HIR, yang menyatakan, bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatip harus di ajukan pada permulaan sidang, apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan eksepsi tersebut).

 

KUASA/WAKIL

Untuk bertindak sebagai Kuasa/Wakil dari penggugat/tergugat ataupun pemohon, seseorang harus memenuhi syarat- syarat:

  1. Mempunyai surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan. atau pemberian kuasa disebutkan dalam surat gugatan/permohonan, atau kuasa/wakil ditunjuk oleh pihak yang ber perkara/pemohon didalam persidangan secara lisan.
  2. Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo Keputusan Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. J.P.14-2-11.
  3. Telah terdaftar sebagai Advokat/Pengacara praktek di kantor Pengadilan Tinggi/Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah di izinkan untuk bersidang mewakili penggugat/ tergugat dalam perkara tertentu.
  4. Permohonan banding atau kasasi yang diaju kan oleh Kuasa/Wakil dari pihak yang bersang kutan barus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di Pengadilan Negeri telah menyebutkan pemberian kuasa pula untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi.
  5. Untuk menjadi kuasa dari pihak tergugat juga berlaku hal-hal tersebut diatas.
  6. Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl. 1922 No. 522 dan pasal 123 ayat 2 HIR, adalah:

-  Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah.

-  Jaksa.

-  Orang tertentu atau Pejabat-pejabat yang di­angkat/ditunjuk oleh Instansi-instansi yang bersangkutan.

   Jaksa tidak perlu menyerahkan Surat Kuasa khusus. Pejabat atau orang yang diangkat/ditun juk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan Salinan Surat pengangkatan/penunjukan, yang tidak bermaterai.

 

PERKARA GUGUR

Apabila pada hari sidang pertama penggugat atau semua penggugat tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan tergugat atau ku asanya yang sah datang, maka gugatan digugur kan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat dapat mengajukan gu gatan tersebut sekali lagi dengan membayar  panjar biaya perkara lagi. Apabila telab dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur.

Dalam hal-hal yang tertentu, misalnya apabila penggugat tempat tinggalnya jauh atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat, Hakim boleh mengundurkan dan menyuruh memanggil penggugat sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan.

Jika penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi, perkara nya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

 

PUTUSAN VERSTEK

Apabila pada hari sidang pertama dan pada hari sidang kedua tergugat atau semua tergugat tidak datang padahal telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan penggugat/para penggugat selalu datang, maka perkara akan diputus verstek.

Meskipun tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim kuasanya yang sah, tetapi'jlka ia mengajukan jawaban tertulis beru pa tangkisan tentang tidak berwenang mengadili, maka perkara tidak diputus dengan verstek.

 

TANGKISAN/EKSEPSI

Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara tersebut.

Apabila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan:

Dalam eksepsi:.............. (pertimbangan lengkap).

Dalam pokok perkara..... (pertimbangan lengkap).

 

PENCABUTAN SURAT GUGATAN

Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pen cabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).

 

PERUBAHAN/PENAMBAHAN GUGATAN

Pembahan dan/atau penambahan gugatan diper kenankan, asal diajukan pada hari sidang perta ma dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.

Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak terse but. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.

 

PERDAMAIAN

Jika kedua beIah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan mes kipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR).

Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebe lum Hakim menjatuhkan putusan yang meng hukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.

Akta perdamaian mempunyai kekuatan yang sa ma dengan putusan Hakim yang berkuatan hu kum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, ekse kusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).

Khusus untuk gugat cerai:

  1. Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-isteri harus datang sendiri.
  2. Apabila usaha perdamaian berhasil, gugat an harus dicabut. Sehubungan dengan per damaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian.
  3. Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup.

 

PENGGUGAT/TERGUGAT MENINGGAL DUNIA

Jika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahliwarisnya dapat melanjutkan perkara.

 

BIAYA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PERSIDANGAN

Jika selama pemeriksaan perkara atas permo honan salah satu pihak ada hal-hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibeban kan kepada pemohon dan dianggap sebagai per sekot biaya perkara, yang dikemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasa nya pihak yang dikalahkan.

Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya Jika kedua belah pihak tidak mau membayar biaya tersebut, maka hal/perbuatan yang barus dilakukan itu tidak jadi dilakukan, ke cuali jika hal/perbuatan itu menurut Hakim me mang sangat diperlukan. Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari uang panjar biaya perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR).

 

PENGGABUNGAN PERKARA

Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, apabila antara gugatan-gugatan yang diga bungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas. Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan faktanya.

Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gu gatan yang gabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan ada nya putusan-putusan yang saling bertentangan.


Subcategories


Sistem Informasi Penelusuran Perkara

SIPPAplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), merupakan aplikasi administrasi dan penyediaan informasi perkara baik untuk pihak internal pengadilan, maupun pihak eksternal pengadilan. Pengunjung dapat melakukan penelusuran data perkara (jadwal sidang sampai dengan putusan) melalui aplikasi ini.

Lebih Lanjut

Pencarian Dokumen Putusan di Direktori Putusan Mahkamah Agung

DirPutPencarian cepat Dokumen Putusan di Database Direktori Putusan Mahkamah Agung Agung Republik Indonesia

Pencarian Peraturan Perundangan, Kebijakan Peradilan dan Yurisprudensi

DJIHPencarian cepat peraturan dan kebijakan dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia

 


Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas